Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.
Tidak boleh mengatakan bahwa si Fulan telah berzina atau si Fulanah telah berzina, hanya berdasarkan dugaan, terkaan, isu, atau ungkapan: 'Sudah sama-sama diketahui'. Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—telah memberi syarat-syarat yang ketat untuk membuktikan perbuatan maksiat yang satu ini. Imam Ibnu Rusyd mengatakan, "Para ulama sepakat bahwa zina dibuktikan dengan pengakuan dan saksi. Mereka berbeda pendapat tentang pembuktian zina melalui kehamilan seorang wanita yang belum menikah, jika ia mengkau dipaksa." [Bidâyatul Mujtahid]. Ibnu Rusyd juga mengatakan, "Adapun tentang pembuktian zina dengan saksi, para ulama sepakat bahwa zina dapat dibuktikan dengan keberadaan saksi. Dan jumlah saksi yang disyaratkan adalah empat orang, berbeda dengan masalah penetapan hak yang lain. Dalilnya adalah firman Allah—Subhânahu wata`âlâ—(yang artinya): "Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kalian terima kesaksian mereka untuk selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik." [QS. An-Nûr: 4]
Di antara kriteria yang harus ada pada keempat orang saksi itu adalah bersifat adil (memiliki kredibilitas dalam beragama). Dan di antara syarat kesaksian itu adalah bahwa para saksi langsung melihat kemaluan si laki-laki masuk ke dalam kemaluan si perempuan. Kesaksian juga harus diungkapkan dengan ungkapan yang jelas, bukan kinâyah (sindiran).
Oleh karenanya, kita wajib berhati-hati dalam menuduh orang lain berbuat zina tanpa ada bukti atau pengakuan. Akan lebih besar bahayanya jika seorang anak menuduh ibunya sendiri yang berbuat zina hanya dengan berbekal dugaan atau keraguaan, apalagi itu merupakan tindakan qadzaf yang diharamkan.
Bagaimana pun, zina merupakan dosa besar. Hukumannya sangat berat di dunia dan Akhirat. Kewajiban orang yang terlanjur berbuat itu adalah segera bertobat kepada Allah dengan tobat nashûha (sebenar-benarnya), dan tidak lagi mengulanginya untuk selamanya.
Kalau pun benar wanita itu telah melakukan zina, boleh jadi ia telah bertobat dari perbuatannya tersebut. Jika ia memang telah bertobat, itu tentu adalah kebaikan. Tapi jika belum bertobat, kewajiban Anda adalah menasihatinya, mengajaknya kepada yang baik, serta mencegahnya dari perbuatan mungkar dengan cara yang bijaksana dan nasihat yang baik.
Anda harus mengetahui bahwa pelanggaran Syariat yang dilakukan oleh kedua orang ibu-bapak Anda tidak menggugurkan hak mereka untuk diperlakukan dengan baik oleh Anda, bagaimana pun besarnya pelanggaran mereka, sekalipun sampai kepada tingkat kafir. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Dan Kami perintahkan kepada manusia untuk (berbuat baik) kepada kedua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu-bapakmu, hanya kepada-Ku-lah kalian kembali. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, janganlah engkau mengikuti keduanya dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Ku-lah kalian kembali, lalu Aku beritakan kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan." [QS. Luqmân: 14-15]