Segala puji bagi Allah dan shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.
Telah maklum bahwa Islam menganjurkan agar banyak keturunan dan memandangnya sebagai sebab utama disyariatkannya pernikahan. Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda: “Nikahilah perempuan yang penyayang dan subur (berpotensi banyak anak), karena aku akan berbangga dengan banyaknya kalian di antara umat-umat yang lain pada Hari Kiamat.” [HR. Abû Dâwûd].
Akan tetapi dalam kondisi tertentu Islam tidak menghalangi keluarga melakukan pengaturan kelahiran jika hal itu dibutuhkan, karena Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—tidak pernah melarang tindakan `azl (suami mengeluarkan kemaluannya supaya air mani tidak memasuki rahim). Padahal tindakan ini di zaman itu adalah wasilah yang banyak dilakukan oleh orang-orang guna mencegah atau membatasi kehamilan.
Diriwayatkan dari Jâbir—Semoga Allah meridhainya, ia berkata: “Kami melakukan `azl di zaman Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam. Lalu Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—mendengarkan hal itu, dan beliau tidak melarang kami.” [HR. Muslim].
Diriwayatkan dari Jâbir juga, ia berkata: “Seorang laki-laki dari Anshâr mendatangi Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—dan berkata: ‘Saya mempunyai seorang hamba sahaya wanita, ia adalah pembantu dan pengambil air bagi kami. Saya sering menggaulinya, tetapi saya tidak mau ia hamil. Lalu Nabi bersabda: ‘Lakukanlah `azl jika kamu mau. Tetapi tetap saja akan datang apa yang telah ditakdirkan untuknya.” [HR. Muslim].
Hal ini menunjukkan kebolehan menggunakan sarana yang mencegah kehamilan demi mewujudkan maslahat yang dilihat oleh keluarga, seperti memelihara bayi yang masih menyusui, menjaga kesehatan ibu dan semacamnya.
Al-Quran Al-Karim telah memberikan petunjuk tentang batasan jarak yang seyogyanya antara dua kelahiran anak ketika menjelaskan tentang masa hamil dan masa menyusui, yaitu firman Allah (yang artinya): “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan...” [QS. Al-Baqarah: 233], dan firman-Nya (yang artinya): “Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan...” [QS. Al-Ahqâf: 15].
Di sini Al-Quran mengingatkan bahwa jarak ideal antara dua kelahiran anak dalam pandangan Islam adalah tiga puluh bulan, yaitu masa menyusui (dua tahun) ditambah masa minimal kehamilan (enam bulan).
Tetapi pembatasan ini bersifat hanya saran saja, bukan sebagai kewajiban. Karena masalah kehamilan, menyusui dan menyapih diserahkan kepada keluarga. Oleh karena itu Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): “Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan maka tidak ada dosa atas keduanya...” [QS. Al-Baqarah: 233].
Kemudian kami sampaikan kepada penanya yang terhormat, jika hal ini yang Anda maksud dengan pertanyaan di atas maka kami berharap semoga jawaban ini telah cukup. Tetapi jika maksud pertanyaan Anda adalah masalah lain maka kami berharap Anda menjelaskan maksud Anda lebih jelas supaya memudahkan kami dalam menjawab.
Wallâhu a`lam.