Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.
Syaikh Shafiyurrahmân Al-Mubarakfûri mengatakan dalam kitabnya Ar-Rahîqul Makhtûm, "Keputusan Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—menjalin hubungan keluarga dengan Abu Bakar dan Umar dengan cara menikahi `Aisyah dan Hafshah, demikian juga menikahkan putri beliau Fatimah dengan Ali ibnu Abi Thâlib, dan menikahkan Ruqayyah, kemudian Ummi Kultsum dengan Utsman ibnu `Affan mengindikasikan bahwa melalui itu, beliau ingin menguatkan hubungan dengan empat orang tersebut, yang dikenal dengan jasa dan pengorbanan mereka yang begitu besar untuk Islam pada masa-masa sulit yang dilaluinya, dan Allah menghendaki masa-masa sulit itu terlewati dengan selamat."
Dengan demikian, pernikahan beliau dengan `Aisyah—Semoga Allah meridhainya—adalah untuk memperkuat hubungan dengan shahabat dan partner hijrah beliau, Abu bakar—Semoga Allah meridhainya. Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam— menikahi `Aisyah saat berusia enam tahun, pada bulan Syawwâl, tahun kesebelas dari kenabian, dan menggaulinya pada bulan Syawwâl, tujuh bulan pasca peristiwa Hijrah, saat `Aisyah berusia sembilan tahun. `Aisyah ketika itu masih gadis, dan beliau—Shallallâhu `alaihi wasallam—tidak pernah menikahi perempuan yang masih gadis selain `Aisyah.
Beliau—Shallallâhu `alaihi wasallam—menunda melakukan hubungan intim dengan `Aisyah sampai `Aisyah berusia sembilan tahun, karena dalam usia demikian, seorang perempuan biasanya sudah balig. Pada masa itu, biasanya kaum wanita di daerah tersebut mengalami haid pada usia sembilan tahun. Saat itulah, seorang wanita mampu melakukan hubungan seksual dan mempunyai anak.
Wallâhu a`lam.