Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.
Sudah barang tentu bahwa seorang wanita yang melakukan kewajiban Syariatnya karena takut pada Allah—Subhânahu wata`âlâ—dan mengharapkan pahala dari-Nya adalah wanita shalihah yang dianjurkan oleh Syariat kita untuk menikahinya. Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, ".maka pilihlah yang memiliki agama, niscaya engkau akan beruntung." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]
Adapun wanita pinangan yang melaksanakan ajaran Agama karena perintah laki-laki peminangnya saja, bukan karena niat mendapat pahala dari Allah, hendaklah menyadari bahwa apa yang ada di sisi Allah lebih layak untuk diharapkan, dan Dia lebih pantas ditaati dalam setiap perintah dan larangan-Nya. Namun demikian, kebiasaannya melakukan ketaatan boleh jadi akan mendorongnya di kemudian hari untuk melaksanakan semua itu karena taat pada Allah—Insyâallâh. Namun demikian, wanita seperti ini termasuk kategori wanita yang memiliki salah satu kriteria istri yang dianjurkan oleh Agama kita untuk menikahinya, yaitu taat kepada suami dalam kebaikan. Dan tentu sudah kita maklumi dan tidak diragukan lagi, bahwa menjalankan Agama merupakan salah satu kebaikan yang paling mulia. Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Maukah kalian aku beritahu sesuatu yang paling baik dimiliki oleh seorang laki-laki? Yaitu wanita shalihah yang jika ia lihat membuatnya bahagia; dan jika ia tidak berada di dekatnya ia mampu menjaga dirinya; dan jika ia suruh ia menaatinya." HR. Abû Dâwûd dan Al-Hâkim]
Dalam hadits lain yang diriwayatkan dari Abû Umâmah—Semoga Allah meridhainya, Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—juga bersabda, "Tidak ada sesuatu yang bermanfaat bagi seorang mukmin setelah ketakwaan pada Allah, yang lebih baik daripada istri yang shalihah. Jika ia suruh ia menaatinya; Jika ia lihat ia membuatnya bahagia; Jika ia bersumpah atasnya, ia manjalankannya; Dan jika ia tidak berada di sisinya, ia menjaga diri dan harta suaminya." [HR. Ibnu Mâjah]
Kemudian laki-laki yang bersangkutan harus memanfaatkan kedudukannya dalam diri wanita ini untuk mengarahkannya kepada Allah, apalagi memang wanita itu ingin menikah dengannya. Karena seorang yang menginginkan sesuatu sangat mudah dipengaruhi oleh apa yang diinginkannya. Hal itu bisa dilakukan dengan mengirim kaset-kaset yang bermanfaat, atau buku-buku yang mendorong kepada ketaatan dan meninggalkan larangan Allah demi mencari keridhaan Allah—Subhânahu wata`âlâ.