Rangkaian Puasa Tidak Terputus dengan Berbuka pada Dua Hari Hari dan Hari-hari Tasyrîq

1-4-2019 | IslamWeb

Pertanyaan:

Saya pernah bertanya kepada Anda sebelum ini tentang seorang perempuan yang membatalkan puasa pada bulan Ramadhân dengan sengaja, kemudian ia bertobat kepada Allah dan menebus dosanya dengan berpuasa dua bulan berturut-turut. Namun hari terakhir puasa kafaratnya itu bertepatan dengan hari Idul Adha. Apakah puasanya itu sah atau tidak? Anda ketika itu menjawab bahwa perempuan tersebut tidak wajib membayar kafarat yang berat (dua bulan berturut-turut). Mohon kesediaan Anda untuk lebih menjelaskan hal ini, karena saya belum paham.

Jawaban:

Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.

Jawaban kami yang dahulu kiranya sangat jelas, bahwa para ulama—Semoga Allah merahmati mereka—berbeda pendapat dalam masalah kewajiban kafarat berat atas seorang perempuan jika membatalkan puasanya dengan melakukan jimak. Kami memilih pendapat yang mengatakan bahwa ia tidak wajib membayar kafarat berat.

Kami menambahkan di sini, bahwa jika seorang perempuan mengambil pendapat lain, yaitu yang mewajibkan membayar kafarat berat, maka ia wajib memerdekakan seorang hamba sahaya. Jika tidak sanggup, ia wajib berpuasa dua bulan berturut-turut. Jika hari Idul Adha datang dan ia masih berpuasa, ia wajib membatalkan puasanya itu. Jika ia tetap berpuasa maka puasanya itu tidak sah.

Dan para ulama berbeda pendapat tentang keabsahan rangkaian puasanya waktu itu. Menurut mayoritas ulama, rangkaian puasanya menjadi terputus, dan ia wajib memulai rangkaian puasa dua bulannya dari awal kembali, karena ia mampu untuk mencari waktu yang pas agar puasanya tidak bertemu dengan Hari Raya.

Tapi menurut mazhab Hambali, berbuka puasa pada Hari Raya dan hari-hari Tasyrîq tidak memutuskan rangkaian puasa yang harus dilakukan berturut-turut itu. Pelakunya wajib berbuka pada hari tersebut, kemudian melanjutkan puasanya langsung setelah hari itu. Jika ia menundanya, barulah ia wajib memulai puasa dua bulannya dari awal kembali. Telah kami sebutkan sebelumnya, bahwa pendapat inilah yang kami pandang lebih kuat.

Wallâhu a`lam.

www.islamweb.net