Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.
Para ulama sepakat bahwa mathla' (tempat terbitnya) hilal memang berbeda-beda, dan itu adalah sesuatu yang sudah diketahui secara indrawi maupun akal (logika). Hanya saja, mereka berbeda pendapat apakah perbedaan tempat itu berpengaruh dalam menentukan awal dan akhir puasa Ramadhân atau tidak. Ada dua pendapat dalam hal ini. Sebagian ulama memandang bahwa perbedaan mathla' mempengaruhi penentuan awal puasa Ramadhân, dan setiap negara memiliki rukyatnya masing-masing. Sebagian lain memandang tidak demikian, sehingga apabila hilal sudah terlihat di sebuah daerah maka umat Islam di negara manapun wajib memulai puasa.
Masing-masing kelompok ini mendasarkan pendapat mereka kepada dalil-dalil dari Al-Quran, sunnah, dan qiyas. Dan ini termasuk permasalahan-permasalahan ijtihâdiyyah yang menjadi medan perbedaan pendapat para ulama mujtahid. Tetapi seperti yang kita ketahui, hukum seorang penguasa muslim dapat menyelesaikan perbedaan pendapat dalam masalah-masalah ijtihad. Dengan demikian, apabila pemerintah suatu negara memandang bahwa perbedaan mathla' tidak dijadikan pegangan (tidak berpengaruh terhadap awal puasa) atau sebaliknya dijadikan pegangan di negara itu, maka selesailah perbedaan pendapat, dan seluruh penduduk negara itu wajib mentaatinya, demi menjaga persatuan dalam waktu puasa dan Hari Raya mereka.
Standar yang dijadikan pertimbangan bukan fakta bahwa batas-batas negara itu merupakan buatan penjajah, tetapi yang perlu dipertimbangkan adalah kenyataan hidup yang kita alami sekarang. Apabila ada penguasa yang memerintah suatu negara sehingga menjadi pemegang kebijakan yang tidak terbantahkan di sana, maka seluruh Kaum Muslimin wajib mentaatinya dalam kebaikan, dan haram untuk berbeda dari para penduduk yang lain.
Kita berdoa semoga Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—menyatukan seluruh Kaum Muslimin dalam satu kata.