Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.
Tidak dibolehkan menghimpun dua wanita yang bersaudara secara nasab atau susuan di bawah ikatan pernikahan satu orang suami. Hal itu berdasarkan firman Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—dalam ayat yang menyebutkan wanita-wanita yang haram dinikahi (yang artinya): "Dan (diharamkan juga) menghimpunkan (dalam perkawinan) dua wanita yang bersaudara." [QS. An-Nisâ': 23]. Ini merupakan masalah yang sudah disepakati oleh para ulama.
Tetapi tidak ada halangan menikahi salah seorang (dari dua wanita bersaudara) setelah menceraikan saudarinya dan selesai masa iddahnya, atau setelah saudarinya itu meninggal dunia.
Inilah yang dilakukan oleh Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam. beliau menikahi Zainab bintu Khuzaimah ibnul Hârits Al-Hilâliyyah pada bulan Ramadan, tiga puluh satu bulan setelah Hijrah. Zainab hidup bersama beliau selama delapan bulan, dan kemudian wafat pada akhir Rabî`ul Awwal, tiga puluh sembilan bulan setelah Hijrah. Al-Qurthubi menyebutkan masalah ini dalam Tafsirnya. Setelah itu, beliau menikah dengan saudara seibu Zainab—sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam kitab Al-Ishâbah, yaitu Maimunah bintul Hârits Al-Hilâliyyah. Al-Qurthubi berkata, "Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—menikahinya di daerah Saraf, sekitar sepuluh kilometer dari Mekah, pada tahun ketujuh Hijriah, saat melaksanakan Umrah Qadhiyyah."
Dengan ini, jelaslah permasalahannya, dan terbukti bahwa kedua dalil (ayat dan praktik Rasulullah) di atas tidak saling bertentangan.
Wallâhu a`lam.