Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.
Tidak diragukan lagi, bahwa bulan pernah terbelah sebagai mukjizat Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam, ketika kaum kafir Quraisy meminta bukti akan kebenaran dakwah beliau. Al-Quran telah mengabadikan peristiwa ini, sebagaimana juga terdapat hadits shahîh yang menceritakan tentangnya, yaitu hadits yang diriwayatkan dari Anas—Semoga Allah meridhainya, ia berkata, "Penduduk Mekah suatu ketika meminta Rasulullah menunjukkan tanda (kebenaran beliau), kemudian beliau menunjukkan kepada mereka terbelahnya bulan." [HR. Al-Bukhâri]. Namun terbelahnya bulan itu bukanlah permintaan yang disampaikan secara spesifik oleh kaum Quraisy, melainkan mereka hanya meminta bukti yang menunjukkan kebenaran dakwah Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam, lalu Allah—Subhânahu wata`âlâ—menunjukkan kepada mereka mukjizat tersebut. Para astronot di zaman sekarang menyatakan bahwa mereka telah membuktikan kebenaran peristiwa itu, sebagaimana dijelaskan dalam ceramah ilmuwan ternama, Prof. Dr. Zaghlul An-Najjâr.
Adapun mukjizat-mukjizat yang disebutkan oleh orang-orang kafir dan mereka minta langsung kepada Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—secara spesifik, itulah yang dimaksudkan dalam firman Allah—Subhânahu wata`âlâ—(yang artinya), "Dan sekali-kali tidak ada yang menghalangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda (kekuasaan Kami), melainkan karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh orang-orang dahulu " [QS. Al-Isrâ': 59]
Ibnu Katsir berkata tentang ayat ini, "Allah berfirman (yang artinya): 'Ketetapan-Ku yang telah berlaku pada para makhluk-Ku adalah apabila telah Aku datangkan kepada mereka apa yang mereka minta, jika mereka beriman (Aku akan menahan azab), tapi jika mereka tetap mendustakan, maka Aku akan segerakan azab kepada mereka. Padahal, kaum Quraisy telah menyaksikan tanda kekuasaan Allah yang lebih besar daripada apa yang mereka minta, yaitu ketika Rasulullah menunjjuk ke arah bulan di depan mereka, lalu bulan itu terbelah menjadi dua bagian." Makna yang senada juga dikatakan oleh Imam Al-Qurthubi.
Permintaan Kaum Musyrikin kepada Rasulullah untuk memperlihatkan mukjizat-mukjizat itu bukan karena mereka menginginkan kebenaran dan mendapat bukti atas kebenaran itu, tapi mereka melakukan itu hanya sebagai bentuk pembangkangan, pengingkaran, dan upaya mengolok-olok. Kalau tanda-tanda yang mereka minta itu Allah datangkan, tapi mereka tetap ingkar setelah itu, niscaya azab akan turun kepada mereka.
"Oleh karena itu, Allah memberikan pilihan kepada Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—antara mengabulkan apa yang mereka minta, (dengan konsekuensi) jika mereka beriman mereka akan selamat dari azab, namun jika ingkar, mereka akan diazab; atau menangguhkan permintaan pengabulan mereka itu. Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—memilih untuk menangguhkannya, sebagaimana beliau memang begitu sering bersabar menghadapi mereka." Demikian dikatakan oleh Ibnu Katsir.
Berkenaan dengan masalah ini, Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Dan jika seandainya Kami membukakan kepada mereka salah satu dari (pintu-pintu) langit, lalu mereka terus menerus naik ke atasnya, tentulah mereka berkata: 'Sesungguhnya pandangan kamilah yang dikaburkan, bahkan kami adalah orang-orang yang terkena sihir'." [QS. Al-Hijr: 14-15]
Wallâhu a`lam.