Segala puji bagi Allah dan shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.
Tidak diragukan lagi, bahwa mengingat kematian serta mengambil pelajaran darinya merupakan hal yang dituntut oleh Syariat. Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam—bersabda, "Perbanyaklah mengingat penghancur segala kenikmatan (maksudnya adalah kematian). [HR. An-Nasâ'i, At-Tirmîdzi, Ibnu Mâjah, Ahmad. Menurut Al-Albâni: shahîh]
Imam Al-Qurthûbi berkata, "Ad-Daqqâq pernah mengatakan, 'Barang siapa yang banyak mengingat kematian niscaya akan dimuliakan dengan tiga karunia: Kemampuan untuk segera bertobat (bila melakukan dosa), hati yang qana'ah, dan giat beribadah. Dan barang siapa yang lupa kepada kematian niscaya akan dihukum dengan tiga hal: Mengulur-ulur tobat, tidak ridha dengan kondisi kehidupan, dan malas beribadah'." [At-Tadzkirah, Juz 1, Hal. 27]
Ketika menafsirkan firman Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—(yang artinya): "Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kalian, siapa di antara kalian yang paling baik amalnya." [QS. Al-Mulk: 2], As-Saddi berkata, "Maksudnya, siapa di antara kalian yang paling banyak mengingat kematian, paling matang mempersiapkan bekal untuk menghadapinya, serta paling khawatir dan waspada tehadapnya."
Dengan demikian, maka yang dituntut dari setiap muslim adalah selalu mengingat kematian, giat beribadah, menjauhkan diri dari sikap mengulur-ulur tobat, serta menumbuhkan rasa takut sekaligus harap kepada Allah, yaitu takut kepada azab-Nya dan harap kepada pahala dari-Nya. Sebagaimana firman Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—(yang artinya): "(Apakah engkau, hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) Akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya?" [QS. Az-Zumar: 9]
Namun, takut terhadap kematian tidak boleh menyebabkan kita putus asa dari rahmat Allah, sebagaimana ketergantungan kepada rahmat Allah juga tidak boleh menyebabkan munculnya rasa malas dan lalai dalam beribadah, atau terjebak ke dalam perbuatan-perbuatan mungkar.
Tidak pula diragukan bahwa rasa sedih dan miris melihat terjadinya berbagai perbuatan dosa dan maksiat merupakan perasaan yang baik dan terpuji. Perasaan ini juga termasuk ke dalam kategori mengingkari kemungkaran. Tetapi tentu saja mengingkari, menasihati, dan mengingatkan para pelaku dosa harus dilakukan secara baik, bijaksana, dan lembut. Dalam konteks ini, cukup kita mengingatkan sebuah hadits Nabi Shallallâhu `alaihi wa sallam yang menyatakan, "Barang siapa yang menyeru (mengajak) kepada sebuah kebenaran niscaya akan memperoleh pahala seperti orang yang mengikutinya, tanpa sedikit pun mengurangi pahala orang (yang mengikutinya) itu." [HR. Muslim]
Dengan demikian, kami ingin mengatakan kepada saudari penanya bahwa Anda tidak perlu cemas dengan kondisi Anda sekarang. Anda bahkan sesungguhnya sedang berada dalam keadaan yang baik Insyâallâh. Semoga Allah menambah semangat Anda untuk berbuat baik dan beramal shalih. Perbanyaklah membaca Al-Quran dan mengucapkan shalawat untuk Nabi, sebab zikir dapat menenangkan hati, menenteramkan jiwa, dan menjaga kita dari godaan Syetan. Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ berfirman (yang artinya): "(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram." [QS. Ar-Semoga Allah meridhainya`du: 28]
Selain itu, Anda juga harus berusaha mencari teman-teman yang shalihah, melaksanakan shalat tepat pada waktunya, serta membekali diri dengan ilmu yang bermanfaat. Semoga Allah senantiasa memberikan taufik (bimbingan) kepada Anda untuk melakukan segala yang diridhai-Nya.
Wallâhu a`lam.