Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.
Penderita diabetes atau kencing manis termasuk pengidap penyakit menahun/kronis. Penyakit menahun memiliki efek hukum terhadap beberapa ibadah, terutama puasa, karena ia merupakan ibadah yang mengharuskan seorang muslim menahan diri dari makan dan minum semenjak terbit fajar hingga terbenam matahari.
Seorang penderita diabetes memerlukan konsumsi air dalam jumlah besar secara berkala, sebagaimana ia juga membutuhkan konsumsi makanan yang dibagi-bagi ke dalam beberapa porsi kecil. Dehidrasi dan rasa lapar yang berat bisa berakibat fatal bagi penderita diabetes.
Penderita diabetes terbagi menjadi tiga kelompok berdasarkan bentuk pengobatan yang harus mereka jalani:
Pertama, Kelompok penderita yang bisa mengontrol penyakit diabetes mereka dengan cara mengatur pola makan serta melakukan olahraga fisik. Kelompok penderita seperti ini wajib berpuasa, dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan terhadap mereka, karena penyakit mereka tergolong kategori diabetes ringan yang tidak terpengaruh oleh puasa.
Kedua, Kelompok penderita yang diberikan resep obat-obat tertentu oleh dokter, disertai dengan pola makan khusus untuk menurunkan kadar gula di dalam darah. Mereka terbagi dua macam:
1. Penderita yang meminum obat sekali dalam sehari. Ini juga tidak ada masalah dengan puasa, karena ia dapat meminum obat sebelum terbit fajar;
2. Penderita yang harus meminum obat 2-3 kali sehari. Jika ia bisa meminum obat sebelum Subuh dan setelah Maghrib tanpa membahayakan dirinya, maka ia harus berpuasa. Tetapi jika itu membahayakan dirinya, ia harus meminum obat dan membatalkan puasanya.
Ketiga, Kelompok penderita yang harus mendapatkan suntikan insulin sekali atau dua kali atau lebih dalam sehari. Jika dengan suntikan itu ia tidak lagi perlu meminum obat, juga tidak merasa berat setelah itu dan tidak terpengaruh oleh puasanya, maka ia harus melanjutkan puasanya. Karena suntikan insulin itu tidak membatalkan puasa. Tetapi Jika suntikan tersebut harus diikuti dengan mengkonsumsi air atau makanan, maka ia harus berbuka puasa.
Dalam kondisi penderita diabetes boleh berbuka dan kemudian ia mampu untuk meng-qadhâ'-nya karena kondisinya membaik setelah Ramadhân, maka ia wajib meng-qadhâ'. Tetapi jika ia tidak mungkin meng-qadhâ' puasanya karena beratnya penyakit yang ia derita, dan jenis penyakitnya mengharuskan ia selalu mengkonsumsi obat-obatan secara berkala pada siang hari, atau mengharuskan ia selalu mengkonsumsi minuman atau makanan, maka dalam kondisi seperti ini, ia harus memberi makan satu orang miskin untuk menebus setiap hari puasanya. Hal ini berdasarkan firman Allah—Subhânahu wata`âlâ—(yang artinya): "Maka barang siapa di antara kalian ada yang sakit atau sedang dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) untuk membayar fidyah, (yaitu): memberi makan satu orang miskin." [QS. Al-Baqarah: 184]
Dalam ibadah haji, penderita diabetes boleh melakukan tawaf dengan ditandu, serta boleh mewakilkan orang lain untuk melempar Jamrah, jika hal tersebut ia rasa berat untuk dilakukan sendiri, karena sudah dijelaskan secara medis bahwa kelelahan berpengaruh terhadap penderita diabetes, dan dapat memperparah penyakitnya. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya):
· "Allah tidak ingin menyulitkan kalian dalam beragama…" [QS. Al-Mâidah: 6];
· "Dan Dia Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kalian dalam Agama suatu kesempitan." [QS. Al-Hajj: 78]
Penderita diabetas juga boleh melaksanakan shalat dalam posisi duduk jika tidak sanggup melakukannya dengan berdiri. Dan setiap penderita penyakit ini hendaknya selalu mengikuti arahan dokter muslim yang terpercaya. Wallâhu a`lam.