Islam Web

  1. Ramadhan
  2. Haji dan Umrah

Tata Cara Umrah (Syaikh Abdul Aziz ibnu Bâz)

Tata Cara Umrah  (Syaikh Abdul Aziz ibnu Bâz)

(Syaikh Abdul Aziz ibnu Bâz)

Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.

Berikut ini adalah keterangan ringkas seputar rangkaian ibadah umrah. Selamat membaca.

1.   Apabila orang yang akan menunaikan umrah telah sampai di miqat, disunnahkan baginya untuk mandi dan membersihkan badan. Demikian juga yang dilakukan oleh kaum perempuan, walaupun dalam keadaan haid atau nifas. Ia hanya tidak diperbolehkan melakukan thawaf di Ka`bah, sampai ia suci (berhenti haid/nifas) dan mandi wajib. Kaum laki-laki disunnahkan untuk memakai wewangian di badannya, bukan pada pakaian ihramnya. Jika ia tidak dapat mandi di miqat tidak ada masalah, tetapi ia tetap disunnahkan untuk mandi ketika tiba di Mekah, sebelum melakukan thawaf, apabila memungkinkan.

2.   Laki-laki harus menanggalkan pakaian yang berjahit. Ia hanya diperkenankan memakai dua potong kain ihram yang terdiri dari penutup tubuh bagian bawah dan penutup bagian atas. Dianjurkan memakai pakaian ihram berwarna putih dan bersih, serta hendaklah membiarkan kepala terbuka (tidak memakai penutup kepala). Sedangkan perempuan berihram dengan memakai pakaian biasa (menutupi aurat), yang tidak menggunakan hiasan atau menarik perhatian.

3.   Kemudian berniat masuk ke dalam rangkaian ibadah umrah dengan hati dan mengucapkan dengan lidah: "LabbaiKa `umratan (Aku memenuhi panggilan-Mu untuk Umrah)." Atau: "Allâhumma labbaiKa `umratan! (Ya Allah, aku memenuhi panggilan-Mu untuk umrah." Jika seseorang khawatir tidak bisa menyelesaikan rangkaian umrahnya karena sakit atau adanya musuh dan sebagainya, maka ia boleh memberi syarat ketika memulai ihram dengan mengatakan: "Jika ada sesuatu yang mencegahku (menyempurnakan ibadahku) maka tempat tahallulku (keluar dari ihram) adalah di tempat Engkau menghalangiku." Hal ini berdasarkan kepada hadits Dhubâ`ah bintuz Zubair—Semoga Allah meridhainya—bahwa ia berkata, "Wahai Rasulullah, aku ingin menunaikan haji, tetapi aku sedang sakit." Rasulullah menjawab, "Pergilah haji dan bersyaratlah (dengan mengatakan): 'Tempat tahallulku adalah di tempat Engkau menghalangiku'." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

Kemudian setelah itu, hendaklah ia mengucapkan talbiyah yang diajarkan oleh Rasulullah: "Aku memenuhi panggilan-Mu Ya Allah, aku memenuhi panggilan-Mu, aku memenuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu, aku memenuhi panggilan-Mu, sesungguhnya pujian, nikmat, dan kekuasaan adalah milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu." Hendaklah ia memperbanyak ucapan talbiyah ini, banyak berdzikir mengingat/menyebut nama Allah, dan berdoa kepada-Nya. Ketika tiba di Masjidil Haram, disunnahkan memasukinya dengan kaki kanan seraya berdoa: "Dengan nama Allah, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Rasulullah. Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Agung, kepada wajah-Nya yang mulia, dan kepada kekuasaan-Nya yang azali, dari Syetan yang terkutuk. Ya Allah, bukakanlah untukku pintu-pintu rahmat-Mu." Doa ini sama seperti doa ketika memasuki mesjid-mesjid lain. Setelah itu, hendaknya ia menyibukkan diri dengan talbiyah sampai tiba di dekat Ka`bah.

4.   Ketika tiba di dekat Ka`bah, hendaknya ia berhenti membaca talbiyah, kemudian mendatangi dan menghadap kepada Hajar Aswad. Setelah itu mengusapnya dengan tangan kanan, serta menciumnya kalau memungkinkan. Dan janganlah ia menyakiti orang lain dengan berdesak-desakan. Ketika menyentuh Hajar Aswad itu hendaklah ia mengucapkan: "Bismillâhi Allâhu Akbar (Dengan nama Allah, Allah Maha besar)." Atau: "Allâhu Akbar (Allah Maha Besar)." Jika ia kesulitan untuk mencium Hajar Aswad itu, maka cukup dengan mengusapnya dengan tangan atau tongkat dan sejenisnya, kemudian mencium apa yang ia gunakan untuk mengusapnya itu. Jika ia juga tidak bisa mengusapnya, maka cukup dengan memberi isyarat ke arahnya sambil mengucapkan: "Allâhu Akbar (Allah Maha Besar)," dan tidak perlu mencium apa yang digunakan untuk memberi isyarat itu.

Agar thawaf menjadi sah, disyaratkan melakukannya dalam keadaan suci dari hadats kecil dan hadats besar. Karena thawaf sama seperti shalat, hanya saja diberi keringanan untuk berbicara di dalamnya.

5.   Dalam thawaf hendaklah menjadikan Ka`bah berada di sebelah kiri dan mengelilinginya sebanyak tujuh putaran. Ketika telah sejajar dengan Rukun Yamani, jika memungkinkan, hendaklah ia mengusapnya dengan tangan kanan sambil mengucapkan: "Bismillâhi wallâhu Akbar (Dengan nama Allah, Allah Maha Besar)," dan tidak menciumnya. Jika terdapat kesulitan untuk mengusapnya, hendaklah ia meninggalkan itu dan meneruskan thawafnya tanpa perlu memberi isyarat ke arahnya dan tidak juga bertakbir, karena hal itu tidak pernah diriwayatkan dari Nabi—Shallallâhu `alaihi wa sallam. Adapun Hajar Aswad, setiap kali sejajar dengannya, hendaklah ia mengusapnya dan menciumnya, kemudian bertakbir—sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Atau kalau tidak, cukup dengan memberi isyarat ke arahnya dan bertakbir.

Disunnahkan pula melakukan raml—yaitu mempercepat jalan dengan langkah-langkah yang pendek—pada tiga putaran pertama dalam Thawaf Qudûm, dan hal ini hanya berlaku bagi kaum laki-laki. Selain itu, disunnahkan pula bagi kaum laki-laki untuk ber-idhthibâ` dalam Thawâf Qudûm pada seluruh putaran. Idhthibâ` adalah memposisikan bagian tengah selendang ihram di bawah ketiak kanan (membuka pundak kanan) dan menjadikan kedua ujungnya di pundak sebelah kiri (menutup pundak kiri). Disunnahkan pula untuk memperbanyak dzikir dan doa dalam setiap putaran. Tidak ada doa dan dzikir khusus ketika thawaf, tetapi hendaklah ia berdoa dan berdzikir dengan doa dan dzikir apa saja yang ia bisa.

Di setiap putaran di antara Rukun Yamani dan Hajar Aswad hendaklah ia mengucapkan doa: "Wahai Tuhan kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di Akhirat, dan lindungilah kami dari api Neraka." Karena hal ini diriwayatkan dari Nabi—Shallallâhu `alaihi wa sallam—secara shahîh.

Kemudian hendaklah ia mengakhiri putaran ketujuh dengan mengusap Hajar Aswad dan menciumnya bila mungkin dilakukan, atau memberi isyarat ke arahnya sembari mengucapkan takbir, sebagaimana yang telah dirincikan sebelumnya. Setelah selesai dari thawaf ini, hendaklah ia memakai selendang (bagian atas pakaian ihram)-nya seperti posisi semula, dengan meletakkannya di atas kedua bahu, dan kedua ujungnya di atas dada.

6.   Setelah itu, hendaklah ia mendirikan shalat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim, jika itu mungkin dilakukan. Kalau tidak bisa, ia dapat shalat di tempat mana pun di Masjidil Haram. Setelah membaca Al-Fâtihah, disunnahkan membaca surat Al-Kâfirûn pada rakaat pertama, dan surat Al-Ikhlâsh pada rakaat kedua. Inilah yang diutamakan, tetapi kalau ia membaca surat yang lain tidaklah mengapa. Kemudian setelah selesai shalat, hendaklah ia mendatangi Hajar Aswad dan mengusapnya dengan tangan kanan, jika memungkinkan.

7.   Setelah itu, hendaklah ia berangkat menuju bukit Shafa, lalu menaikinya atau berdiri di sana. Dan menaikinya lebih diutamakan jika mungkin dilakukan. Kemudian ketika memulai putaran pertama, hendaklah ia membaca firman Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—(yang artinya): "Sesungguhnya Shafa dan Marwa adalah saah satu syiar-syiar Allah." Disunnahkan menghadap ke arah kiblat ketika berada di Shafa, sambil bertahmîd, bertakbir, dan mengucapkan: "Tiada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar, Tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, Tiada sekutu bagi-Nya, milik-Nya-lah segala kekuasaan, milik-Nya lah segala pujian dan Dialah Yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa. Dia telah memenuhi janji-Nya, memenangkan hamba-Nya, dan Dia menghancurkan berbagai pasukan dengan kekuatan-Nya sendiri." Kemudian hendaklah ia berdoa apa saja yang ia bisa dengan mengangkat kedua tangan, lalu mengulangi dzikir dan doa tersebut sebanyak tiga kali.

Setelah itu, hendaklah ia turun dari Shafa dan berjalan menuju Marwa. Ketika tiba di tanda hijau pertama, disyariatkan bagi kaum laki-laki untuk mempercepat jalan hingga tiba di tanda hijau kedua. Adapun kaum wanita, tidak disyariatkan mempercepat jalan, karena wanita adalah aurat. Kemudian hendaklah ia berjalan biasa, lalu menaiki Marwa atau berdiri di sana. Dan menaikinya lebih diutamakan, jika mungkin dilakukan. Kemudian hendaklah ia mengucapkan dzikir dan doa di Marwa sebagaimana yang ia lakukan di Shafa, tanpa membaca ayat yang disebutkan di atas, karena itu hanya disyariatkan ketika baru naik ke Shafa pada putaran pertama saja, untuk mengikuti Nabi—Shallallâhu `alaihi wa sallam. Setelah itu, hendaklah ia turun dari Marwa dan berjalan biasa di tempat yang dianjurkan berjalan biasa, dan mempercepat langkah ketika berada di antara dua tanda hijau, sampai tiba kembali di Shafa. Hal ini dilakukan sebanyak tujuh kali. Perjalanan berangkat (dari Shafa ke Marwa) dianggap satu putaran, dan kembali (dari Marwa ke Shafa) dianggap satu putaran. Tidak ada masalah jika ia melakuan sa`i dengan mengendarai sesuatu (seperti kursi roda), terutama jika memang dibutuhkan. Dianjurkan untuk banyak membaca dzikir dan doa apa saja yang ia bisa ketika melakukan sa`i. Sebagaimana juga dianjurkan berada dalam keadaan suci dari hadats besar dan kecil. Akan tetapi jika ia melakukan sa`i dalam keadaan tidak suci dari hadats sa`i-nya tetap sah.

8.   Apabila amalan-amalan sa`i telah sempurna dilakukan, kaum laki-laki hendaklah mencukur bersih atau memendekkan rambutnya. Dan mencukur bersih lebih diutamakan. Tetapi apabila kedatangannya ke Mekah dekat dengan waktu haji, maka lebih baik baginya hanya memendekkan rambut agar bisa mencukur bersih sisa rambutnya ketika haji. Sedangkan kaum perempuan hanya diperintahkan untuk menggabungkan rambutnya lalu memotongnya seujung ruas jari atau lebih pendek.

Jika seorang yang berihram telah melakukan semua yang telah disebutkan di atas, berarti ia telah selesai melaksanakan umrahnya, dan dihalalkan baginya segala hal yang dilarang ketika berihram.

Semoga Allah memberi kita dan seluruh kaum muslimin taufik untuk memahami Agama-Nya dan teguh menjalankannya. Semoga Allah menerima amalan kita semua. Sesungguhnya Dialah Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha Mulia. Semoga shalawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi kita Muhammad—Shallallâhu `alaihi wa sallam—besreta keluarga, sahabat, dan para pengikut beliau sampai hari Kiamat.

 

 

Artikel Terkait