Islam Web

  1. Ramadhan
  2. Penyakit Hati

Dendam (Dengki)

Dendam (Dengki)

Dendam (dengki) ibarat beban berat yang menyusahkan pemiliknya. Sebab sifat ini akan mempersempit jiwanya, merusak akalnya, menyibukkan pikirannya, serta menambah kegundahan dan kesedihannya. Anehnya, orang-orang bodoh dan tolol masih saja mau memikul beban buruk ini sampai terobati dengan membalas dendam kepada orang yang didengkinya.

Dendam yang ada di dalam hati seseorang akan mengikis berbagai kebaikan yang dimiliki oleh jiwanya. Rasa itu akan terus bertambah dengan mengorbankan berbagai kebaikan di hatinya.

Makna Dendam

Jika kita perhatikan dengan cermat, kita akan menyimpulkan bahwa dendam merupakan sifat yang terdiri dari kebencian yang mendalam dan keinginan membalas sakit hati, sampai datang kesempatan untuk melampiaskannya kepada objek dendam. Jadi, dendam berarti memendam permusuhan di dalam hati, dan menunggu kesempatan untuk membalas kepada orang yang didendam.

Allah telah memuji orang-orang mukmin yang menyucikan jiwa dan hati mereka sehingga tidak pernah menyimpan dendam terhadap saudara-saudaranya sesama mukmin. Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya):

·         "(Juga) bagi para fakir miskin kaum Muhajirin yang diusir dari kampung halaman mereka dan (harus meninggalkan) harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridaan (Nya), dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.Dan orang-orang (kaum Anshar) yang sebelumnya telah menempati kota Madinah dan telah beriman  sebelum kedatangan mereka (kaum Muhajirin itu), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (kaum Muhajirin); dan mereka mengutamakan (kaum Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar) berdoa, 'Wahai Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian bersarang di dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Wahai Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang". [Al-Hasyr: 8-10]

Terkadang jiwa seseorang mengalami masa-masa lemah, sehingga ia marah atau benci, tetapi bagi orang-orang mukmin, kebencian ini tidak sampai bersemayam di hati mereka sehingga berubah menjadi dendam. Kemarahan hanya singgah sebentar di dalam diri mereka, lalu dengan cepat menghilang. Sebab seorang mukmin telah diikat oleh tali ukhuwah (persaudaraan) atas dasar keimanan yang begitu kuat dengan mukmin yang lain, sehingga hatinya telah dipenuhi oleh rasa cinta dan kasih sayang terhadap saudaranya. Bila sudah demikian, apakah mungkin hatinya akan diisi oleh dendam dan kedengkian?

Hukum Dendam

Sebagian ulama mengkategorikan dendam ke dalam dosa-dosa besar terselubung yang wajib bagi seorang mukmin untuk menjauhinya dan bertobat darinya.

Obat Penyakit Dendam

Adapun obat dari penyakit dendam, pertama adalah mengatasi penyebab asalnya, yaitu kemarahan. Apabila seseorang terpancing emosi, lalu ia tidak bisa mengekangnya dengan kesabaran dan dengan mengingat keutamaan menahan amarah, maka perasaan dendam membutuhkan perjuangan melawan nafsu, serta sikap zuhud terhadap dunia. Orang seperti ini harus memperingatkan dirinya terhadap akibat buruk dari balas dendam. Ia juga harus menyadari bahwa kekuasaan Allah terhadap dirinya jauh lebih besar daripada kekuasaan yang dimilikinya. Allah-lah yang memiliki perintah dan larangan, tidak ada yang bisa menolak ketetapan dan hukum-Nya. Ini dari segi teoritis (keilmuan). Sedangkan dari segi perbuatan praktis, hendaklah ia memaksakan dirinya untuk berlaku kepada orang yang didendamnya dengan perilaku yang bertentangan dengan rasa dendamnya. Misalnya menukar celaan dengan pujian, dan mengganti takabur dengan tawaduk. Ia hendaknya juga memposisikan diri pada posisi orang yang didendamnya itu, sembari mengingat bahwa dirinya ingin diperlakukan dengan lemah-lembut, demikian pula, ia harus memperlakukan orang lain seperti itu.

Terapi yang mujarab terhadap penyakit ini hendaknya juga dijalankan oleh orang yang didendam. Apabila ia merasa telah menyakiti hati orang lain, hendaklah ia merubah kekeliruan sikapnya dan memperbaiki kepribadiannya. Hendaklah pula ia mengetahui bahwa tidak akan hilang rasa dendam dari hati sahabatnya, kecuali dengan cara melakukan hal-hal yang menenangkan hati sahabatnya itu. Ia harus memperbaiki keadaan dirinya, sekaligus mengobati perasaan sahabatnya. Sementara pihak kedua (yang merasa dendam) juga harus berlaku lunak, toleran, dan menerima permohonan maaf sahabatnya. Dengan cara ini, kita akan sukses memberantas sifat dendam, serta melahirkan kecintaan dan kasih sayang.

Bahaya Dendam

Seorang ulama pernah berkata, "Rusaknya hati karena dendam (dengki) merupakan penyakit yang sangat parah. Alangkah mudahnya iman merembes keluar dari hati yang tertipu, sebagaimana air menetes dari panci yang berlubang."

Sesungguhnya Syetan tidak mampu membuat orang yang berakal untuk menyembah berhala, tapi Syetan—yang selalu berusaha menggoda dan menghancurkan kehidupan manusia—tetap mampu menjauhkan manusia dari Tuhan mereka, sampai seorang muslim tidak lagi mengetahui hak-hak Allah, lebih parah dari ketidaktahuan para penyembah berhala. Untuk menyukseskan misinya ini, Syetan menyalakan api permusuhan di dalam hati. Apabila api itu telah menyala, ia akan begitu bahagia menyaksikannya, karena api itu akan membakar masa depan manusia, sekaligus merusak segala hal berharga yang mereka miliki. Sebab, jika spirit kejahatan telah menyelimuti hati orang yang dendam, rasa kasih sayangnya akan hilang. Ia akan berinteraksi dengan kasar dan keras. Ia akan memutuskan tali silaturahim yang diperintahkan Allah untuk dihubungkan. Ia juga akan berbuat kerusakan di muka bumi.

Sesungguhnya dendam merupakan sumber dari berbagai macam perilaku buruk yang telah diperingatkan oleh Islam. Memfitnah orang yang tidak bersalah misalnya, merupakan tindak kriminal yang disebabkan oleh dendam, dan Islam mengkategorikannya sebagai fitnah yang paling buruk. Begitu pula ghibah (bergunjing), ia merupakan efek dari rasa dendam yang terpendam, serta hati yang kosong dari kasih sayang dan kesucian. Efek lain dari sifat dendam adalah prasangka buruk, mencari-cari aib orang, mencela, menjelek-jelekkan orang dengan membuka aib-aib mereka, atau dengan menghina bentuk badan atau kejiwaan mereka. Sementara Islam sangat mencela perbuatan-perbuatan tersebut.

Para pendendam (pendengki) menyemai rasa dengki di dalam jiwa mereka karena mereka memperhatikan dunia, lalu melihat betapa apa yang mereka inginkan telah gagal mereka dapatkan, tetapi justru didapatkan oleh orang lain. Inilah musibah terbesar yang membuat mereka tidak pernah tenang. Dengan begitu, mereka pun menjadi para pengikut Iblis yang melihat kedudukan idamannya telah diberikan kepada Adam, lalu ia berjanji menghalangi semua orang untuk menikmati kenikmatan yang tidak ia dapatkan itu. Amarah titisan Iblis inilah yang menghancurkan jiwa dna hati para pendendam, sehingga mereka menjadi orang-orang yang bersemangat lemah dan tidak bisa berbuat apa-apa. Padahal, langkah terbaik yang mestinya mereka tempuh adalah kembali kepada Tuhan mereka untuk meminta karunia-Nya. Mereka semestinya berusaha keras untuk mendapatkan semua yang didapati oleh orang lain, sebab rezeki dari Allah tidak pernah dimonopoli oleh satu orang saja. Jadi, mengharapkan karunia Allah, dengan disertai usaha merupakan solusi satu-satunya yang boleh dilakukan ketika seseorang melihat nikmat diberikan kepada orang lain. Dan tentu sangat berbeda antara dengki dengan keinginan mendapatkan hal yang sama dengan orang lain tanpa harus merasa iri. Sangat berbeda antara obsesi dengan dendam.

Kesabaran Merupakan Jalan Menuju Surga

Allah menggambarkan bahwa penghuni Surga dan orang-orang yang mendapatkan kenikmatan di Akhirat itu terlepas dari segala sifat  dendam dan dengki. Jika mereka pernah ditimpa sedikit oleh penyakit itu di dunia, mereka akan disucikan dari sifat itu ketika masuk Surga. Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya): "Dan Kami cabut segala macam dendam (dengki) yang berada di dalam dada mereka." [QS. Al-A'râf: 43]

Karena itulah mengapa kita melihat bahwa di antara shahabat Rasulullah yang diberi berita gembira akan masuk Surga ada yang disebabkan oleh kebersihan hatinya. Sebagaimana disebutkan di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Anas ibnu Malik—Semoga Allah meridhainya, bahwa ia berkata, "Ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam, beliau bersabda, 'Akan muncul ke tengah kalian seorang laki-laki penghuni Surga'. Lalu muncul seorang laki-laki dari kalangan Anshar yang jenggotnya masih meneteskan air sisa wuduk, sambil menggantungkan kedua sandalnya di tangan kirinya. Esok harinya, Nabi—Shallallâhu `alaihi wa sallam—bersabda seperti itu juga, lalu muncul lagi laki-laki itu seperti kondisinya kemarin. Dan pada hari ketiga, Nabi—Shallallâhu `alaihi wa sallam—bersabda seperti itu juga, lalu muncul lagi laki-laki itu dalam keadaan yang sama dengan hari pertama. Ketika Nabi—Shallallâhu `alaihi wa sallam—pergi, Abdullah ibnu 'Amru ibnul 'Âsh—Semoga Allah meridhainya—mengikuti laki-laki tersebut dengan berujar 'Kawan, aku ini sedang bertengkar dengan ayahku, dan aku bersumpah untuk tidak menemuinya selama tiga hari, jika boleh, ijinkan aku tinggal di tempatmu hingga tiga malam'. 'Oh, silahkan', jawab laki-laki tersebut. Abdullah ibnu 'Amru—Semoga Allah meridhainya—bercerita bahwa ia tinggal bersama laki-laki tersebut selama tiga malam, dan anehnya, ia tidak pernah melihat laki-laki itu mengerjakan shalat malam sama sekali. Yang dilakukannya hanyalah apabila bangun dari tidur, ia segera beranjak dari ranjangnya, lalu berdzikir dan bertakbir sampai waktu shalat Fajar (Subuh). Abdullah berkata, 'Hanya saja, aku tidak pernah mendengar laki-laki itu berkata-kata kecuali kalimat yang baik-baik. Maka ketika berlalu tiga malam dan hampir saja aku menganggap sepele amalannya, aku berkata kepadanya, 'Wahai hamba Allah, sebenarnya sama sekali tidak ada percekcokan antara aku dengan ayahku seperti yang telah aku katakan. Tetapi aku mendengar Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam—bersabda tentang dirimu tiga kali, 'Akan muncul ke tangah kalian seorang laki-laki penghuni Surga', lalu engkaulah yang muncul dalam tiga kali kesempatan itu. Karena itu, aku ingin tinggal bersamamu agar dapat melihat apa saja yang engkau kerjakan, agar aku dapat mengikutinya. Namun aku tidak pernah melihatmu mengerjakan amalan yang banyak, lalu amalan apa yang membuat Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam—sampai mengatakan bahwa engkau adalah penghuni Surga?' Laki-laki itu menjawab, 'Tidak ada amalan yang saya kerjakan melainkan seperti apa yang telah engkau lihat'. Tatkala aku berpaling hendak pergi, laki-laki itu memanggilku dan berkata, 'Tidak ada amalan yang aku kerjakan selain apa yang telah engkau lihat. Hanya saja aku tidak pernah menemukan dalam diriku keinginan menipu seorang muslim pun, dan aku juga tidak pernah merasa dengki kepada seorang pun atas nikmat yang telah dikaruniakan Allah kepadanya'. Abdullah pun berkata, 'Inilah amalan yang menjadikanmu sampai pada derajat itu'."

Wahai saudaraku, marilah kita renungkan perkataan penuh berkah yang telah diukir oleh seorang ulama:

"Tidak ada yang dapat menenangkan hati, mencairkan kegundahan, serta membahagiakan jiwa seseorang, selain hidup dengan hati yang suci, terlepas dari rasa dengki, terbebas gejolak dendam. Apabila melihat ada kenikmatan didapatkan oleh orang lain, ia merasa ridha (lapang dada), sembari meresapi besarnya karunia Allah dalam nikmat itu, dan betapa semua hamba butuh kepadanya. Kemudian apabila ia melihat ada musibah yang menimpa orang lain, ia berduka cita, sembari berharap agar Allah melepaskan orang itu dari bencana dan mengampuni dosa-dosanya. Dengan demikian, seorang muslim akan hidup dengan lembaran jiwa yang bersih, ridha terhadap ketetapan Allah dan kehidupan yang dijalaninya. Jiwanya pun terlepas dari gejolak kedengkian yang buta."

[Sumber: www.islamweb.net]

 

 

Artikel Terkait