Islam Web

Haji & Umrah

  1. Haji & Umrah
  2. Ringkasan Ajaran Islam

Tidak Perlu Tergesa-gesa

Tidak Perlu Tergesa-gesa

Manusia, sesuai dengan karakter dasarnya, adalah makhluk yang bersifat tergesa-gesa. Ia ingin mendapatkan segala sesuatu dengan cepat. Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya): "Dan adalah manusia itu bersifat tergesa-gesa." [QS. Al-Isrâ': 11]

Karena sifat tergesa-gesa ini mendatangkan banyak kesulitan dan masalah kepada pemiliknya, Islam mengajak kita untuk mendidik diri agar bersikap tenang (pelan-pelan) dalam hal-hal duniawi. Yang kami maksud dengan tenang di sini adalah tidak tergesa-gesa dalam mencari apa pun dan pelan-pelan dalam upaya mendapatkannya.

Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—telah berfirman kepada Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—(yang artinya): "…dan janganlah engkau tergesa-gesa membaca Al-Quran sebelum disempurnakan pewahyuannya kepadamu…" [QS. Thâhâ: 114]. Ini adalah dalam hal menerima wahyu (Al-Quran). Jika dalam menerima wahyu saja harus demikian, maka tentu sikap tidak tenang juga dituntut dari seorang manusia dalam seluruh aspek kehidupannya.

Sikap Tenang Itu dari Allah, Sedangkan Ketergesa-gesaan Itu Berasal dari Syetan

Sebuah hadits diriwayatkan dari Anas ibnu Malik—Semoga Allah meridhainya, bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Sikap tenang (pelan-pelan) itu berasal dari (petunjuk) Allah, sedangkan ketergesa-gesaan itu berasal dari (bisikan) Syetan."

Karena sikap tenang berasal dari Allah, maka Allah pun menyukai sikap itu. Karenanya, Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—berkata kepada Al-Asyaj dari kabilah Abdil Qais, "Sesungguhnya pada dirimu terdapat dua sifat yang disukai oleh Allah dan Rasul-Nya, yaitu santun dan tenang (tidak tergesa-gesa)." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

Pelan-pelan Dalam Berdoa

Maksud pelan-pelan di sini adalah bahwa dalam berdoa, seorang muslim hendaknya terlebih dahulu memanjatkan puja-puji ke hadhirat Allah—Subhânahu wata`âlâdan bershalawat kepada Rasul-Nya. Karena sesungguhnya hal itu membuat kemungkinan doanya terkabulkan lebih besar. Adapun bila ia langsung masuk ke dalam inti doa, itulah yang termasuk kategori tergesa-gesa. Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—pernah mendengar seseorang yang berdoa tanpa memuji Allah dan tanpa membaca shalawat kepada Nabi. Beliau lantas berkata kepada orang itu, "Engkau tergesa-gesa, wahai orang yang sedang shalat." Di waktu lain, beliau juga pernah mendengar seseorang yang berdoa dengan memuji Allah dan bershalawat kepada Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam. Beliau pun berkata kepada orang itu, "Berdoalah, niscaya doamu akan dikabulkan. Dan mintalah, niscaya engkau akan diberi."

Termasuk tergesa-gesa dalam berdoa adalah menganggap lambat pengabulan doa, sehingga kemudian malah meninggalkan doa karena merasa telah berdoa namun tidak dikabulkan.

Sikap Pelan-pelan yang Tercela

Meskipun sikat pelan-pelan memiliki banyak keutamaan serta terpuji dalam pandangan akal dan Agama, namun ada satu jenis sikap ini yang tidak termasuk kategori terpuji, yaitu pelan-pelan (berlambat-lambat) dalam urusan Akhirat. Sikap seperti ini pada hakikatnya adalah bentuk kemalasan dan kelalaian yang seyogianya seorang muslim berjuang sekuat tenaga untuk membersihkan diri darinya. Karenanya, Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Sikap pelan-pelan (tidak tergesa-gesa) itu (dituntut) dalam segala sesuatu, kecuali dalam amalan Akhirat." [HR. Abû Dâwûd; Menurut Al-Albâni: shahîh]

Di antara bentuk sikap pelan-pelan yang terpuji adalah ketenangan (penuh pertimbangan) dalam peradilan. Seorang hakim hendaknya mendengarkan kedua pihak yang bersengketa. Artinya, ia mendengarkan pihak kedua sama seperti ia mendengarkan pihak pertama. Karena sikap seperti ini lebih memungkinkan baginya untuk melihat duduk persoalan secara jelas.

Saudaraku, jadilah Anda seorang pribadi yang tenang (tidak terburu-buru) dalam urusan-urusan dunia Anda secara keseluruhan, niscaya Anda akan merasa bahagia, gembira, dan tidak akan menyesal, Insyâallâh.

[Untuk bacaan lebih lanjut: Buku "Nadhratun Na'îm" di bawah bimbingan Syeikh Shâlih ibnu Humaid]

  

Artikel Terkait

Keutamaan Haji